Pages

Selasa, 18 Desember 2012

Akhlak Mulia Rasulullah (BERINFAK DI JALAN ALLAH)


“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih.
(QS. At-Taubah [9]: 79)
 Keimanan bukan hanya ucapan, ritual, dan gerakan lahiriah yang menandakan keyakinan kepada Allah. Akan tetapi, keimanan adalah menjalankan semua perintah Allah dan berlomba-lomba dalam menjalankan kewajiban-kewajiban agama ini dengan segala kemampuan yang dimiliki seorang mukmin. Seseorang harus bersungguh-sungguh dalam berkhidmat pada agama Allah, walaupun hanya dengan satu tutur kata yang baik atau doa yang ikhlas. Dengan demikian, Allah akan menolong dan mengurus segala keperluan dan kepentingan orang yang beriman.
Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan salah satu fenomena agung keimanan, yaitu berinfak di jalan Allah dengan penuh kerelaan hati. Infak ini merupakan infak sukarela, bukan zakat. Namun orang-orang munafik dan orang-orang berhati busuk akan mengolok-ngolok orang-orang yang bersedekah seperti itu.
Seperti dikutip dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an Juz 3, hal. 1681, ketika melakukan persiapan untuk perang Tabuk, Rasulullah sangat menganjurkan kaum muslim agar berinfak. Datanglah ‘Abdurrahman bin ‘Auf membawa uang sebanyak empat ribu (dinar/dirham). Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku punya uang sebanyak delapan ribu (dinar/dirham). Aku ingin menyerahkan separuhnya kepadamu dan separuhnya lagi aku simpan.” Rasulullah bersabda, “Semoga Allah memberkati uang yang engkau simpan dan uang yang kau berikan.”
Lalu datanglah Abu ‘Uqail membawa satu sha’ kurma. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku punya dua sha’ kurma. Satu sha’ aku sedekahkan di jalan Allah dan satu sha’ lagi aku simpan untuk keluargaku.” Orang-orang munafik mencelanya. Mereka berkata, “Apa yang dilakukan ‘Abdurrahman bin ‘Auf hanyalah perbuatan riya.” Mereka juga berkata, “Bukankah Allah dan Rasul-Nya tidak membutuhkan satu sha’ ini?”
Demikianlah orang-orang munafik mencela orang yang banyak harta karena sedekahnya banyak dan merendahkan orang yang memiliki sedikit harta karena sedekahnya sedikit. Siapa pun yang berbuat baik tidak luput dari celaan mereka, sementara mereka sendiri duduk-duduk saja sambil berpangku tangan. Kalaupun berinfak, tujuan mereka adalah riya, dan mereka hanya memiliki motif yang rendah seperti itu. Oleh karena itu, mereka mendapatkan jawaban yang telak: “Allah membalas penghinaan mereka itu. Untuk mereka ada azab yang pedih.” (QS. At-Taubah [9]: 79).
Tidak seorang mukmin pun yang luput dari celaan orang-orang munafik, bahkan mencapai puncaknya, hingga ditimpakan kepada makhluk terbaik, Rasulullah. Dari Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah membagikan sedekah, Dzul Khuwaishirah al-Taimini datang. Ia berkata, “Berbuatlah adil, ya Rasulullah!” Rasulullah bersabda, “Celakalah kamu. Siapa lagi yang bisa berbuat adil bila aku tidak adil?” Umar berkata, “Izinkan aku untuk memenggal kepalanya.” Rasulullah bersabda, “Biarlah Umar, karena ia punya kelompok yang mungkin saja seseorang dari kalian shalat dan puasa bersama mereka. Mereka akan keluar dari agama ini seperti anak panah yang lepas dari busurnya.” Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Tentang mereka, turunlah ayat: ‘Di antara mereka ada yang mencela (pembagian) sedekah.’ (QS. At-Taubah [9]: 58).
Seorang mukmin tidak boleh kehilangan pahala. Hal ini dapat dilakukan dengan partisipasi dalam perbuatan-perbuatan baik, dan bersedekah itu sendiri. Kita menemukan teladan yang utama pada diri Rasulullah, yaitu dalam peristiwa hijrah. Ketika itu, beliau memberitahukan kepada Abu Bakar bahwa beliau akan berhijrah. Abu Bakar berkata, “Ambillah salah satu kendaraanku.” Akan tetapi, beliau bersabda, “Aku akan membayarnya.”
Rasulullah ingin berpartisipasi dengan berinfak untuk kepentingan ini. Beliau memberi sesuatu tanpa takut miskin dan bederma dengan segala sesuatu yang dimilikinya di jalan Allah. Rasulullah bukan orang miskin seperti yang diduga sebagian orang. Sebaliknya, beliau adalah orang kaya yang memiliki harta melimpah. Pada suatu hari, beliau mendapat uang sebanyak sembilan puluh ribu dirham. Lalu, beliau menyuruh seseorang agar menyimpannya di atas tikar masjid. Beliau pergi ke sana dan membagi-bagikan uang tersebut kepada masyarakat. Beliau tidak pernah menolak peminta-minta dengan memberi harta yang dimilikinya.
Ada seseorang datang ke majelis dan meminta sesuatu. Rasulullah bersabda, “Aku sudah tidak memiliki sesuatu pun yang dapat kuberikan kepadamu. Akan tetapi, belilah sesuatu yang kau butuhkan dengan berutang atas namaku.” Orang-orang yang hadir kagum atas kemurahan Rasulullah, di luar yang mereka bayangkan. Ketika itu, Umar berkata, “Ya Rasulullah, engkau telah membagikan uang kepada orang-orang. Allah tidak membebanimu melebihi kemampuanmu.”
Mendengar ucapan Umar, air muka Rasulullah berubah tanda tak senang. Kemudian, seseorang dari kalangan Anshar berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, teruslah berinfak!” Jangan takut miskin selama engkau yakin kepada Pemilik Arasy.” Mendengar ucapan itu, beliau tersenyum dan wajahnya berseri. Beliau bersabda, “Untuk inilah aku diperintahkan.”
Pada tahun kesembilan hijriah, Rasulullah bersiap-siap untuk memerangi Romawi. Kondisi ketika itu sedang sulit. Beliau memerlukan biaya besar untuk memobilisasi pasukan. Lalu, beliau mengajak kaum muslim agar membantu pasukan dengan harta dan perbekalan menurut kemampuan masing-masing. Umar memberikan separuh kekayaannya kepada Rasulullah. Beliau bertanya, “Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Umar menjawab, “Aku tinggalkan separuh kekayaanku untuk mereka.” Lalu Abu Bakar memberikan seluruh kekayaannya kepada Rasulullah untuk biaya mobilisasi pasukan. Rasulullah bertanya, “Hai Abu Bakar, apakah yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” Abu Bakar menjawab, “Aku serahkan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika turun ayat: ‘Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya.’ (QS. al-Baqarah [2]: 245), seorang sahabat dari kalangan Anshar, Abu al-Dahdah bertanya, ‘Apakah Allah menginginkan pinjaman dari kita?’ Rasulullah menjawab, ‘Benar, wahai Abu al-Dahdah.’ Lalu Abu al-Dahdah berkata, ‘Julurkan tanganmu kepadaku, ya Rasulullah!’ Ketika Rasulullah menjulurkan tangannya, Abu al-Dahdah berkata, ‘Aku meminjamkan kebunku kepada Tuhan.’ Di kebunnya ada enam ratus pohon kurma. Ketika itu, istri dan anak-anak sedang ada di kebun tersebut. Abu al-Dahdah segera mendatangi mereka dan berkata, ‘Hai istriku, pergilah dari kebun itu karena aku telah meminjamkannya kepada Tuhan!’ Ia menghampiri anak-anaknya lalu mengeluarkan kurma yang ada di mulut mereka, dan mengeluarkan semua yang ada di saku baju mereka. Lalu, istri Abu al-Dahdah berkata, ‘Jual beli yang menguntungkan! Jual beli yang menguntungkan!’ Tentang Abu al-Dahdah, Rasulullah bersabda, “Betapa banyak pepohonan rindang di surga untuk Abu al-Dahdah.” (HR. Ahmad dan Muslim dikutip dari Shifah al-Shafwah, Juz 2, hal. 309).
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Allah berfirman, ‘Berinfaklah wahai manusia, niscaya akan dibalas’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim). Dalam hadits lain, Rasulullah juga bersabda, “Ketika hamba memasuki waktu subuh, dua malaikat turun. Satu malaikat berdoa, ‘Ya Allah, gantilah rezeki orang yang berinfak.’ Malaikat yang lain berdoa, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang kikir’.” (HR. Muslim).
Dengan demikian, orang yang beriman tidak perlu memedulikan omongan, pujian, atau celaan orang-orang. Cukuplah Allah yang menyaksikan perbuatannya. Sebab, jika merasa bangga dengan pujian orang-orang, amalnya akan menjadi sia-sia. Sebaliknya, jika ia terpengaruh oleh celaan mereka, ia tidak akan mau beramal sehingga mendapat rugi besar. Hal itu karena di antara manusia ada orang yang tidak menyukai perbuatan baik dan tidak membiarkan orang baik melakukan kebaikan.
Share

0 komentar:

Posting Komentar